I. PENDAHULUAN
Sebagaimana komoditi lainya maka padi juga memerlukan pascapanen yang baik. Perlunya Pascapanen yang baik adalah dengan disebabkan beberapa hal berikut ini
— Hasil tanaman yang sudah dipanen masih
mengalami peristiwa fisiologis
— Adanya penyakit yang merusak sifat hasil
tanaman
— Kerusakan hasil panen terkait dengan kegiatan
panen & pengangkutan hasil
— Berkembangnya penyakit/hama selama penyimpanan
Ruang lingkup pascapanen padi meliputi kegiatan
pemungutan hasil (pemanenan), perontokan, penjemuran, penggilingan,
pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, penggudangan dan standardisasi mutu
ditingkat produsen. Belum optimalnya pascapanen padi oleh petani
diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah seperti berikut
ini :
- Kebutuhan yang mendesak
- kurang pengetahuan tentang penanganan
pascapanen yang benar
- kesulitan biaya & tenaga tambahan
Kehilangan hasil yang terjadi saat pemanenan padi
antara lain berkaitan dengan hal berikut ini :
— Umur panen, kadar air, serta alat dan cara
panen. Selain itu umur yang kelewat matang dengan kadar air rendah dapat
menyebabkan gabah mudah rontok pada saat panen.
— Karakteristik dan ketajaman alat panen yang
kurang tepat juga dapat menimbulkan goncangan sehingga gabah yang rontok
pada saat dipanen banyak yang terbuang
— Sistem panen serta perilaku tenaga pemanen
berpengaruh terhadap jumlah gabah yang rontok dan hilang.
Selain dari pemanenan maka kehilangan atau susut
berat juga terjadi pada proses pascapanen.
Hal yang terjadi pada
saat pascapanen antara lain adalah sebagai berikut :
— Tercecer atau rontok akibat guncangan pada
saat pemotongan batang padi.
— Tingkat kehilangan pascapanen sangat
ditentukan oleh varietas padi, kondisi iklim setempat dan kondisi pertanian di
masing-masing daerah.
Secara nasional masalah panen dan pascapanen
padi telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar, khususnya bagi
petani. Secara umum masalah yang ada antara lain adalah sebagai berikut :
ii. masalah penaganan pasca panen padi
- Tingginya kadar kotoran dan gabah hampa serta butir mengapur yang mengakibatkan rendahnya rendemen beras giling
- Butir mengapur selain dipengaruhi oleh faktor genetika, juga dipengaruhi oleh teknik pemupukan dan pengairan, sedangkan kadar kotoran dipengaruhi oleh faktor teknis, yaitu cara perontokan.
- Sebagian besar pemanen merontok padinya dengan cara dibanting atau dengan menggunakan pedal thresher, maka gabah yang diperoleh mengandung kotoran dan gabah hampa cukup tinggi. Kehilangan panen dan pascapanen padi berdasarkan tahapan kerja pascapanen telah dihitung oleh Kementerian Pertanian RI. Adapun rincian hasil penghitungannya dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Pada saat ini merosotnya produksi gabah secara
nasional setiap tahun, salah satunya disebabkan oleh faktor buruknya penanganan
pascapanen di tingkat petani. Sebab tingkat kehilangannya cukup tinggi, sekitar
20 %. Kondisi demikian jelas merugikan petani. Bahkan kerugian secara
nasional diperkirakan setara dengan Rp 15 triliun per tahun. Karena itu, petani
diminta lebih mengenal pengembangan dan pemanfaatan teknologi panen dan
pascapanen agar produksinya lebih baik. Adapun permasalahan disetiap
tahapan pascapanen adalah sebagai berikut :
Perontokan
- Perontokan padi merupakan
tahapan pascapanen padi setelah pemotongan padi (pemanenan).
- Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk
melepaskan gabah dari malainya.
-
Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin
perontok.
- Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari
malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut.
Proses perontokan padi memberikan kontribusi
cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan.
Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat
dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain adalah diinjak-injak,
dipukul, dibanting, menggunakan pedal thresher dan mesin perontok.
Titik kritis saat panen terjadi pada pemotongan padi (pemanenan),
pengumpulan dan perontokan. Dalam proses
perontokan padi dengan cara dibanting banyak gabah yang terlempar keluar alas
perontokan tanpa disengaja.
Pemanenan
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada umur panen yang
tepat dan dengan cara panen yang benar. Umur panen padi yang tepat akan
menghasilkan gabah dan beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang baik
secara kuantitatif dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu
komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan.
Umur Panen
Umur panen dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya varietas, iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya berbeda.
Berdasarkan kadar air gabah, padi yang dipanen pada kadar air 21-26% memberikan
hasil produksi optimum dan menghasilkan beras bermutu baik. Padi dipanen pada
saat malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga rata sehingga dihasilkan
gabah dan beras bermutu tinggi. Penentuan saat panen yang umum
dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai, yaitu 90 – 95 % gabah
dari malai tampak bewarna kuning.
Alat Dan Cara Panen
— Alat panen yang sering digunakan dalam
pemanenan padi, adalah sabit biasa, sabit bergerigi dan
ani-ani
— Cara panen padi tergantung kepada alat
perontok yang digunakan.
— Ani-ani umumnya digunakan petani untuk memanen
padi lokal yang tahan rontok dan tanaman padi berpostur tinggi dengan cara
memotong pada tangkainya.
— Cara panen padi varietas unggul baru dengan
sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah atau potong bawah
tergantung cara perontokannya.
— Cara panen dengan potong bawah, umumnya
dilakukan bila perontokannya dengan cara dibanting atau menggunakan pedal
thresher.
— Panen padi dengan cara potong atas atau potong
tengah bila dilakukan perontokannya menggunakan mesin perontok.
Perontokan
- Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen
padi setelah pemotongan padi (pemanenan).
- Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk
melepaskan gabah dari malainya.
- Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari
malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut.
- Proses perontokan padi memberikan kontribusi
cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan.
Tingkat kehilangan pascapanen sangat ditentukan oleh
varietas padi, kondisi iklim setempat dan kondisi pertanian di masing-masing
daerah. Kehilangan hasil pada saat panen padi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, misalnya umur panen, kadar air, serta alat, dan cara panen.
Selain itu umur yang kelewat matang dengan kadar air rendah menyebabkan gabah
mudah rontok pada saat panen. Karakteristik dan ketajaman alat panen yang
kurang tepat juga dapat menimbulkan goncangan sehingga gabah yang rontok pada
saat dipanen. Selain itu sistem panen serta perilaku tenaga pemanen berpengaruh
terhadap jumlah gabah yang rontok dan hilang. Secara umum kehilangan pasca
panen bisa terjadi pada tahap-tahp sebagai berikut :
Penumpukan dan Pengumpulan
Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan
pasca panen setelah padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan
pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu
penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan
Perontokan
Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen
setelah pemotongan, penumpukan dan pengum-pulan padi. Pada tahap ini,
kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat
mencapai lebih dari 5 %. Cara perontokan padi telah mengalami perkembangan
dengan menggunakan menggunakan pedal thresher dan power thresher.
Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah
sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman
untuk disimpan dalam waktu yang lama. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan
dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai 2,13 %. Pada saat ini cara
pengeringan padi telah berkembang dari cara penjemuran menjadi pengering
buatan.
Penyimpanan
Penyimpanan merupakan tindakan untuk mempertahankan
gabah/beras agar tetap dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu.
Kesalahan dalam melakukan penyimpanan gabah/ beras dapat mengakibatkan
terjadinya respirasi, tumbuhnya jamur, dan serangan serangga, binatang mengerat
dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu gabah/beras. Cara penyimpanan
gabah/beras dapat dilakukan dengan :
- Sistem curah, yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca. Penyimpanan gabah dengan sistem curah dapat dilakukan dengan menggunakan silo. Silo merupakan tempat menyimpan gabah/beras dengan kapasitas yang sangat besar. Bentuk dan bagian komponen silo adalah sebagai berikut :
(a) Silo biasanya berbentuk silinder atau kotak
segi-empat yang terbuat dari plat lembaran atau papan.
(b) Silo dilengkapi dengan sistem aerasi, pengering
dan elevator.
(c) Sistem aerasi terdiri dari kipas-kipas angin
aksial dengan lubang saluran pemasukan dan pengeluaran pada dinding silo.
(d) Pengering terdiri sumber pe-manas/kompor dan kipas
peng-hembus.
(e) Elevator biasanya berbentuk mangkuk yang berjalan
terbuat dari sabuk karet atau kulit serta plat lembaran.
- Penyimpanan Gabah dengan Kemasan/Wadah. Penyimpanan gabah dengan kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan karung. Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan gabah dengan karung adalah :
(a) Karung harus dapat melindungi produk dari
kerusakan dalam pengangkutan dan atau penyim-panan.
(b) Karung tidak boleh meng-akibatkan kerusakan atau
pen-cemaran oleh bahan kemasan dan tidak membawa OPT.
(c) Karung harus kuat, dapat menahan beban tumpukan dan melindungi fisik dan
tahan terhadap goncangan serta dapat mempertahankan ke-seragaman. Karung harus
diberi label berupa tulisan yang dapat menjelaskan tentang produk yang dikemas.
Pascapanen yang menggunakan power thresher (mesin
perontok) berkapasitas 0,6 – 0,7 Ton/jam mampu menyelamatkan hasil panen
minimal 0,6 Ton per hektar . Bila dikaitkan dengan sewa alat maka petani
akan tetapmendapatkan keuntngan dari penurunan kehilangan pasca panen ini.
Permasalahan mengatasi susut pascapanen terkendala bukan oleh minimnya
penerapan teknologi, melainkan lebih disebabkan oleh masalah non teknis dan
masalah sosial. Dengan hamparan sawah siap panen yang begitu luas terkandang
jadwal panen tidaklah tepat sebagaimana diinginkan petani pemiliknya. Pemanenan
yang tidak tepat waktu akan menyebabkan terjadinya susut yang lebih tinggi.
Terlambat panen satu minggu meningkatkan susut panen dari 3,35 % menjadi 8,64
%.
Susut tercecer saat panen memang dapat disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain varietas padi, beberapa varietas mempunyai
karakteristik gabahnya mudah rontok. Tingkat kematangan, jika terlambat
panen maka gabah akan mudah rontok. Cara penanganan pascapanen,
menyangkut kedisiplinan dan kebiasaan pemanennya
Gapoktan Tani Mulyo Kempleng Purwoasri
III. STANDARISASI BERAS.
Standar merupakan salah satu penentu dari keberhasilan
pembangunan pertanian dan memiliki peranan penting dalam upaya optimalisasi
sumberdaya sektor pertanian. Dalam hal ini, perangkat standardisasi memiliki
peranan dalam mendukung kemampuan berproduksi dan dalam meningkatkan
produktivitas. Untuk meningkatkan mutu beras giling disusun Standar
Nasional
Indonesia (SNI) untuk komoditas tersebut.
Secara umum beras giling harus memenuhi persyaratan
bebas hama dan penyakit, bebas bau (apek/asam) ataupun bau asam lainnya, bebas
dari campuran bekatul, dan bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang
membahayakan. Dalam SNI yang telah direvisi, beras giling dikelompokkan menjadi
lima kelas mutu.
Standar menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu,
penandaan dan pengemasan pada semua jenis beras yang beredar di pasar.
Sebagai acuan normatif digunakan SNI 19-0428-1998 yang berisi
tentang petunjuk pengambilan contoh padatan serta SNI 7313:2008
tentang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian.
IV. SYARAT MUTU BERAS
Syarat Umum
a. bebas hama dan penyakit;
b. bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya;
c. bebas dari campuran dedak dan bekatul;
d. bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan
merugikan konsumen.
Spesifikasi persyaratan mutu
No
|
Komponen
|
Satuan
|
Mutu
I
|
Mutu
II
|
Mutu
III
|
Mutu
IV
|
Mutu
V
|
1
|
Derajat
Sosoh (min)
|
%
|
100
|
100
|
95
|
95
|
95
|
2
|
Kadar Air
(maks)
|
%
|
14
|
14
|
14
|
14
|
15
|
3
|
Butir
Kepala (min)
|
%
|
95
|
89
|
78
|
73
|
60
|
4
|
Butir
Patah (maks)
|
%
|
5
|
10
|
20
|
25
|
35
|
5
|
Butir
Menir (maks)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
2
|
5
|
6
|
Mutir
Merah (maks)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
3
|
3
|
7
|
Butir
Kuning/Rusak (maks)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
3
|
5
|
8
|
Butir
Mengapur (maks)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
3
|
5
|
9
|
Benda
Asing (maks)
|
%
|
0
|
0,02
|
0,02
|
0,05
|
0,20
|
10
|
Butir
Gabah (maks)
|
butir /100 gram
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
Beras dikemas dalam kemasan permanen yang terbuat dari bahan yang kuat (seperti karung goni dan karung plastik), aman bagi konsumen, higienis, tertutup rapat dan tidak mencemari berasnya. Pengemasan merupakan suatu kegiatan pasca panen yang sangat sering dilakukan terhadap berbagai komoditi termasuk komoditi pertanian. Beras sebagai salah satu komoditi pertanian juga selalu dikemas dengan berbagai pertimbangan. Sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan maka tuntutan terhadap pengemasan beras juga meningkat, khususnya untuk kemasan kecil seperti kemasan ukuran 5 Kg sampai dengan ukuran 20 Kg.
Untuk mengikuti perkembangan selera konsumen maka
sudah seharusnya para petani memahami perlunya pengemasan beras secara tepat,
khususnya untuk meraih keuntungan yang lebih besar. Dengan melalukan
pengemasan secara benar dan menarik maka harga jual dapat ditingkatkan melebihi
dari biaya kemasan itu sendiri.
Manfaat Kemasan :
Pengemasan akan memberikan manfaat baik bagi konsumen
maupun produsen. Secara umum manfaat kemasan antara lain adalah sebagai berikut
:
- Melindungi bahan
- Mempermudah pengangkutan dan penyimpanan
- Meningkatkan daya tarik
- Memberi informasi tentang bahan
- Meningkatkan keuntungan
Persyaratan Kemasan :
Tidak semua bahan bisa digunakan sebagai kemasan,
untuk itu perlu diperhatikan persyaratan sebagai berikut :
- Tidak dibuat dari bahan beracun
- Mampu memlindungi bahan yang dikemas
- Memberikan informasi yang tepat dan benar
- Memberikan daya tarik
Perlakuan sebelum pengemasan beras :
Pengemasan beras bisa dilakukan oleh siapapun, bila
pengemasan dilakukan oleh petani/kelompok tani maka peningkatan
keuntungan akibat pengemasan ini tentuk akan dinikmati pula oleh
petani. Untuk itu perlu diperhatikan urutan kegiatan sebagai berikut :
- Pastikan jenis/varietas beras homogen
- Pisahkan dari benda asing
- Sortasi berdasarkan ukuran (gunakan ayakan ukuran 15 mesh)
Pada dasarnya persayaratan kemasan untuk segala produk
pertanian harus sama, namun beberapa hal beriktu ini perlu diperhatikan pada
pengemasan beras :
- Tentukan ukuran kemasan berdasarkan berat beras yang akan dikemas (untuk berat 5 Kg, 10 Kg, 20 Kg)
- Pastikan ketebalan plastik kemasan
- Pastikan kadar air beras
- Pastikan beras yang dikemas siap untuk dimasak
- Tentukan kemasan sekunder yang sesuai
Label pada kemasan :
Produk pertanian sangat memerlukan kejelasan dan
ketegasan tentang label karena produk ini akan dikonsumsi oleh masyarakat luas,
karena itu perlu mencantumkan hal berikut ini :
- Nama Produk
- Berat bahan
- Nama dan alamat produsen
- Waktu kadaluarsa
Ketentuan label :
Untuk menjembatani komunikasi antara produsen dengan
konsumen maka penggunaan label juga harus memperhatikan beberapa hal berikut in
:
- Keterangan yang berhubungan dengan kesehatan harus dapat dipertanggung jawabkan
- Keterangan harus benar dan tidak menyesatkan
- Dilarang mencantumkan “berfungsi sebagai obat”
- Dilarang mencantumkan lembaga/institusi yang melakukan analisa
Disain label :
Disain label akan sangat menentukan daya tarik dari
bahan yang dikemas karena itu disain label harus menarik dan memperhatikan hal
berikut ini :
- Menampilkan produk yang siap dikonsumsi
- Informatif
- Komunikatif
- Menciptakan ketertarikan konsumen
- Merangsang keinginan untuk membeli.
No comments:
Post a Comment